bisnis di rumah photo belanjabulanan.gif
kerja di rumah photo kerjadirumah.gif
berbisnis sambil tetap bekerja kantoran photo banner-kdr-468x60.gif
BISNIS ANAK MUDA photo teen-banner-468x60.gif

Rabu, 11 Juni 2014

Mengurai Hukum Bayi Tabung

Program bayi tabung dari satu sisi memang cukup membantu pasangan suami isteri (pasutri) yang mengalami gangguan kesuburan dan ingin mendapatkan keturunan. Namun di sisi yang lain, hukum bayi tabung akhirnya menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak. Khususnya reaksi dari para alim ulama yang mempertanyakan keabsahan hukum bayi tabung jika dinilai dari sudut agama.

Berdasarkan fatwa MUI, hukum bayi tabung sah (diperbolehkan) dengan syarat sperma dan ovum yang digunakan berasal dari pasutri yang sah. Sebab hal itu termasuk dalam ranah ikhtiar (usaha) yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.

MUI juga menegaskan, hukum bayi tabung menjadi haram jika hasil pembuahan sperma dan sel telur pasutri dititipkan di rahim wanita lain. Demikian pula ketika menggunakan sperma yang telah dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia atau menggunakan sperma dan ovum yang bukan berasal dari pasutri yang sah, maka hukum bayi tabung dalam hal ini juga haram.

Adapun undang-undang bayi tabung jika dilihat dari sudut pandang hukum perdata di Indonesia, bisa ditemui dalam Pasal  127 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal tersebut mengatur tentang upaya kehamilan yang dilakukan di luar cara alamiah, yakni hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami isteri yang sah dengan ketentuan:

  1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami isteri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim isteri dari mana ovum berasal
  2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
  3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu


Dengan demikian status anak tersebut adalah anak sah sehingga ia memiliki hubungan waris dan keperdataan sebagaimana yang berlaku pada anak kandung.

Namun Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang isteri ketika ia telah bercerai dari suaminya, maka status anak yang terlahir sah jika anak tersebut lahir sebelum 300 hari sejak perceraian terjadi. Bila anak terlahir setelah masa 300 hari sejak perceraian, status anak tidak sah sehingga ia tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan mantan suami dari sang ibu (Pasal 255 KUH Perdata).

Undang-undang bayi tabung berdasarkan hukum perdata dapat ditinjau dari beberapa kondisi berikut ini:
  • Jika sperma berasal dari pendonor dan setelah terjadi embrio diimplantasikan ke dalam rahim isteri, maka anak yang terlahir statusnya sah dan memiliki hubungan waris serta keperdataan selama suami menerimanya (Pasal 250 KUH Perdata).
  • Jika embrio diimplantasikan ke rahim wanita lain yang telah bersuami, maka anak yang terlahir statusnya sah dari pasangan penghamil, dan bukan dari pasangan yang memiliki benih (Pasal 42 UU No. 1/1974 dan Pasal 250 KUH Perdata).
  • Jika sperma dan sel telur berasal dari orang yang tidak terikat perkawinan tetapi embrionya diimplantasikan ke rahim wanita yang terikat perkawinan, anak yang terlahir statusnya sah bagi pasutri tersebut.



Jika embrio diimplantasikan ke rahim gadis, maka status anak yang terlahir adalah anak di luar nikah!

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

bebas dari hutang photo banner-impian-160x600.gif
baby photo: baby 3.gif

Total Tayangan Halaman

Cute Rocking Baby Monkey